
Invalid Date
Dilihat 22 kali

Alhamdulillah, Monumen Andi Mannappiang yang berdiri kokoh di jantung Kota Bantaeng kini kembali mendapatkan sentuhan baru melalui proses renovasi. Kehadiran monumen ini bukan sekadar penanda ruang publik, melainkan simbol sejarah, kehormatan, dan identitas masyarakat Bantaeng. Renovasi monumen tersebut tentu menimbulkan rasa penasaran dan harapan besar masyarakat tentang bagaimana wajah baru monumen ini akan tampil, sekaligus bagaimana nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh sosok Andi Mannappiang akan terus hidup dan dikenang oleh generasi masa kini dan mendatang.
Andi Mannappiang, yang oleh masyarakat Bantaeng tempo dulu dikenal dengan sebutan Karaeng Mallappiang, merupakan tokoh pejuang dan raja yang memiliki kharisma luar biasa. Ia dikenal luas sebagai pemimpin yang mengedepankan diplomasi, kebijaksanaan, dan kedekatan dengan rakyat. Sosoknya tidak hanya dihormati karena garis keturunan bangsawan, tetapi lebih karena sikap hidupnya yang merakyat, rendah hati, dan penuh empati terhadap sesama.
Sejarah mencatat, Andi Mannappiang menjabat sebagai Raja Bantaeng dalam dua periode yang berbeda. Periode pertama berlangsung pada tahun 1939 hingga 1945 sebagai Raja Bantaeng ke-32. Setelah itu, beliau kembali dipercaya memimpin Bantaeng pada periode 1950 hingga 1952 sebagai Raja Bantaeng ke-34. Dua periode kepemimpinan ini menunjukkan betapa besar kepercayaan rakyat dan adat kepada sosok beliau, terutama pada masa-masa sulit menjelang dan pasca kemerdekaan Indonesia.
Andi Mannappiang lahir di Bantaeng pada tanggal 26 Februari 1905. Ia menghembuskan napas terakhirnya di Makassar pada usia 57 tahun, tepatnya pada tanggal 10 Desember 1962. Jenazah beliau dimakamkan berdampingan dengan keluarga besarnya, termasuk ayahnya Karaeng Panawang (Raja Bantaeng ke-29), pamannya Karaeng Pawiloi (Raja Bantaeng ke-30 dan ke-33), saudaranya Andi Mangkala (Raja Bantaeng ke-31), serta keluarga bangsawan Bantaeng lainnya. Pemakaman tersebut menjadi simbol kuat ikatan sejarah dan kesinambungan kepemimpinan adat di Bantaeng.
Sebagai pribadi, Andi Mannappiang dikenal tidak sombong dan sangat dekat dengan rakyat kecil. Ia gemar bergaul dengan siapa saja tanpa memandang status sosial. Selama masa pemerintahannya, hampir tidak pernah terdengar kabar beliau menghukum rakyatnya secara sewenang-wenang. Sebaliknya, beliau dikenal suka berkelakar, ramah kepada tamu, serta menjunjung tinggi nilai penghormatan dan musyawarah. Ketegasan dan keberaniannya dalam mengambil keputusan menjadi ciri khas kepemimpinannya. Bahkan, sejumlah pejabat Belanda kala itu menjulukinya sebagai “Raja Tercerdas di Bantaeng.” Namun, julukan tersebut tidak pernah membuatnya angkuh, justru semakin mempertegas keteladanan sikap rendah hati yang patut dicontoh oleh para pemimpin masa kini.
Dari sisi keluarga, Andi Mannappiang merupakan putra dari Karaeng Panawang dan Karaeng Mariama (Karaeng Bainea). Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga bangsawan dengan saudara-saudara sebapak dari berbagai ibu, namun hanya memiliki satu saudara sekandung, yakni Bau Dellung. Kehidupan keluarganya pun cukup kompleks, termasuk perjalanan pernikahannya yang dimulai sejak usia muda dan menghasilkan beberapa keturunan, meskipun tidak semuanya berumur panjang. Kisah hidup keluarganya menggambarkan dinamika kehidupan bangsawan Bantaeng pada masa itu, yang sarat dengan adat, tanggung jawab, dan pengorbanan.
Dalam bidang pendidikan, Andi Mannappiang menamatkan sekolah di Europees Large School di Bantaeng, sebuah pencapaian yang cukup bergengsi pada masanya. Pendidikan inilah yang kemudian membentuk pola pikirnya yang terbuka, cerdas, dan diplomatis. Tak hanya itu, beliau juga dikenal sebagai sosok petualang sejati. Meski memiliki kesempatan hidup mewah sebagai anak dan cucu raja, ia memilih merantau ke berbagai daerah seperti Bugis, Balikpapan, dan Banjarmasin pada sekitar tahun 1920-an. Ia bekerja di lingkungan pertambangan minyak, bahkan sempat mengalami masa-masa sulit dan penderitaan, sebuah pengalaman hidup yang semakin menempa kepribadiannya.
Perjalanan hidupnya membawanya bekerja sebagai pegawai di kantor gubernur Balikpapan dan Bank Balikpapan. Meski sempat mengalami musibah dan hukuman akibat intrik di tempat kerja, ia tetap bangkit dan kembali ke Bantaeng pada awal tahun 1930-an. Di kampung halamannya, Andi Mannappiang bekerja sebagai pegawai Landraad Bantaeng hingga akhirnya diangkat menjadi Raja Bantaeng pada tahun 1938.
Perlawanan terhadap penjajah Belanda menjadi bagian penting dari perjalanan hidupnya. Bersama istri dan para pengikutnya, beliau aktif melakukan perlawanan hingga akhirnya ditahan pada tahun 1945. Namun semangat perjuangannya tidak pernah padam. Setelah Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, ia kembali dipercaya memimpin Bantaeng pada tahun 1950. Dua tahun kemudian, beliau memilih mengundurkan diri sebagai raja demi mengabdikan diri kepada negara sebagai pegawai kejaksaan dan kemudian menjadi hakim di Makassar hingga masa pensiun.
Renovasi Monumen Andi Mannappiang hari ini menjadi pengingat bahwa sejarah bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan sumber nilai dan inspirasi. Sosok Karaeng Mallappiang adalah teladan kepemimpinan yang mengutamakan kebijaksanaan, keberanian, dan kemanusiaan. Semoga monumen ini terus menjadi pengingat akan jasa-jasa beliau, serta menumbuhkan semangat kepemimpinan yang merakyat dan berintegritas bagi generasi Bantaeng di masa depan.
Bagikan:

Kelurahan Lembang
Kecamatan Bantaeng
Kabupaten Bantaeng
Provinsi Sulawesi Selatan
© 2025 Powered by PT Digital Desa Indonesia
Pengaduan
0
Kunjungan
Hari Ini